Sebagai penggemar cerita detektif atau investigasi, setiap pagi saya selalu menyempatkan waktu buat nonton CSI di Fox Crime. Di otak saya sudah terjadwal kalau pagi waktunya nonton CSI, 3 episode berturut-turut, kadang gak nonton semua sih, tergantung punya waktunya. Ibarat waktu kecil dulu, abis pulang sekolah, langsung ganti baju, nongkrong di depan tipi trus nonton Amigos. Semacam pola yang udah ke set tiap harinya. 😀
“Pagi-pagi kok nontonnya Fox Crime” begitu kata mama saya, hehehe. Ssssstt… kami kalau pagi suka saingan, kalau mama sukanya nonton Mamah Dedeh, kalau saya, CSI. Untung sekarang jadwal tayang CSI udah di mundurin jadi jam 7.50, jadi gak saingan lagi deh sama Mama Dedeh (kadang saya juga suka ikutan nonton mamah Dedeh, bagus juga saran-sarannya, ada kocaknya pula). Kalau sekarang sepertinya mama mulai terbiasa nonton CSI bareng saya, udah mulai gak risih, wkwkwkwk.
Salah satu alasan saya menyukai serial detektif adalah bawaan masa kecil, karena dulu suka sekali baca komik serial detektif Conan, Kindaichi, dan QED.
Selain itu, yang membuat saya suka sama serial detektif / investigasi adalah proses pemecahan kasus yang melibatkan penonton (jadi penonton ikut menganalisa dan menebak-nebak siapa pelakunya), gak jarang juga cerita investigasi yang ending twist, eh ternyata pelakunya si ono. Ini nih yang buat serial investigasi menarik dan bikin gak mau ketinggalan episode selanjutnya.
Masih tentang CSI, tema kali ini sebenarnya udah ada di list cerita yang ingin saya tulis sejak beberapa minggu lalu, tapi baru sempat ditulis sekarang. Waktu itu, untuk pertama saya menitihkan air mata saat nonton CSI, mungkin ini adalah episode CSI yang paling emotional.
Jadi, CSI Episode 19 (Season 1) berjudul ‘Gentle, Gentle’ menceritakan pencurian bayi bernama Zach Anderson. Bayi malang berumur 4 bulan ini dicuri dari kamarnya pada tengah malam, sang Ibu tentu saja sangat freak out. Tim kepolisian pun mengirimkan anjing pelacak untuk mencari bayi keluarga Anderson yang telah hilang. Keesokan harinya bayi tersebut ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di bukit golf dekat kediamannya. Tentunya, penemuan tersebut menjadi pukulan yang sangat keras bagi keluarga Anderson. Bukan hanya pihak keluarga, melihat bayi mungil tersebut terbujur kaku, CSI Grissom juga ikut terpukul dan menjadi sensitive akan kasus ini.
Sara: You told me a few weeks ago that nothing is personal. No victim should be special. Everyone follows your lead.
Grissom: Everyone didn’t find that baby. I did. And that little boy is dead because someone lost their temper or screwed up, or god knows what. So, excuse me, but this victim is special.
Siapa orang yang setega itu membunuh bayi??? Rasanya kita semua sepakat bahwa pelaku pembunuhan bayi itu sangat keji, orang yang gak punya hati. Membayangkan kalau pelakunya dari lingkungan terdekat saja, saya sudah tidak mampu.
Tapi investigasi masih berjalan dan terus menelusuri bukti-bukti. CSI Grissom bersikeras memprioritaskan kasus ini, ia tidak akan berhenti sebelum menemukan pelakunya. Bukti-bukti awal menunjuk sejumlah nama, seperti Tylor (anak tertua di keluarga Anderson), dan sekertaris ayahnya. Namun, setelah diinterogasi, itu semua belum cukup menjatuhkan mereka sebagai tersangka. Investigasi pun diteruskan kembali hingga menemukan bukti dan motif yang jelas.
Pernah tidak kita berasumsi bahwa pembunuhnya adalah orang luar, entah orang sarap dari mana yang tiba-tiba menghabisi nyawa orang lain tanpa alasan. Mungkin. Bisa saja, seperti peluru yang nyasar, kemudian menghabisi nyawa sembarang orang.
Setiap film investigasi yang kasusnya pembunuhan, saya suka nggak tega melihat si korban. Ia pasti telah melewati masa-masa sulit. Semisal, ia ditusuk pisau atau dianiyaya, pasti ia merasakan sakitnya ditusuk pisau, nggak sengaja kena silet aja sakit, gimana ditusuk dengan sengaja berkali-kali. Nggak tega ngebayangin apa yang telah korban lewati sebelum nafas terakhir.
Walaupun suka nggak tega ngeliat korban, tapi saya lebih fokus ke investigasinya dan proses bagaimana seorang detektif menemukan si pelaku. Enaknya nonton film investigasi tuh bisa dapet banyak feel, ada action-nya, drama-nya, misteri, thriller bahkan komedi. Menarik bukan?
Oke, balik lagi. Selain alibi, seorang detektif biasanya mencari motif, oleh karenanya mengetahui latar belakang seseorang menjadi sangat penting sehingga terungkap motif yang dapat mendukung bukti-bukti.
Dengan penelusuran bukti dan motif, menunjukan bahwa sang ibu, Mrs. Anderson, dapat dicurigai sebagai tersangka. Sangat berat bagi saya meng-iyakan anggapan bahwa seorang ibu pun dapat membunuh anaknya sendiri. Sungguh, nalar saya sulit menerima itu, Mother is the first person who love their kids the most, mother is supposed to be the number one person in the world who will give anything to protect their children.
Tapi memang tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini bahkan seorang ibu pun dapat menghabisi nyawa anaknya sendiri (amit-amit jabang bayi – ngetok2 meja) karena depresi yang sudah akut atau motif lainnya. Beberapa kasus pembunuhan bayi di Indonesia juga dilakukan oleh ibu atau ayah kandungnya. Bagi saya pribadi, menerima kebenaran dari berita itu sangatlah berat.
Muncul berbagai spekulasi bahwa masa lalu Mrs. Anderson yang pernah hampir mencelakakan anak pertamanya dulu disangkutpautkan dalam peristiwa kali ini. Barangkali saja, kali ini si ibu bertindak lebih jauh sehingga mencelakakan bayinya sendiri.
Setelah diselidiki lebih lanjut, bukti –bukti memunculkan berbagai dugaan bahwa Mr. & Mrs. Anderson bekerjasama untuk menutupi pembunuhan bayi mereka, baik disengaja, maupun tidak disengaja. Akhirnya, sang ibu, Mrs. Anderson mengakui bahwa Ia membunuh darah dagingnya sendiri. Namun bagi penonton, bagi saya, kasus ini meninggalkan satu pertanyaan, WHY?? Kenapa Mrs. dan Mr. Anderson membunuh anaknya sendiri, pasti ada ada alasan yang belum diungkap.
Belum selesai sampai disitu, rupanya twist baru ditampilkan di bagian akhir episode. Kebenaran yang membuat saya menitihkan air mata karena cukup emotional. Pelaku-nya bukan sang Ibu, bukan sang Ayah, bukan juga kakak tertua atau si sekertaris, melainkan Robie, anak ke-2 dari Mr. & Mrs. Anderson. Yap, ini adalah kecelakaan yang dilakukan oleh anak berumur 3 tahun kepada adiknya yang masih bayi. Semacam kelalaian ketika mengawasi anak bermain sehingga mencelakai bayi.
Ibu, Ayah dan kakak tertua mencoba menutupi kisah yang sebanarnya bahwa pelakunya adalah Robie. Anak berumur 3 tahun belum mengerti banyak hal, belum mengerti bahwa apa yang ia lakukan salah, yaitu bermain-main dengan menutup mulut adik bayi dapat menyebabkan kematian. Walaupun kepolisian dan hakim dapat membebaskan perkara ini karena sifatnya kecelakaan yang dilakukan anak balita, namun semua orang akan tahu, media akan tahu, berita akan tersebar ke seluruh kota bahkan dunia, menjadikan tragedi ini sebagai berita miris.
Untuk mencegah berita ini menjadi konsumsi publik yang dapat mempengaruhi perkembangan si anak ke-2, Mrs. Anderson memutuskan untuk mengakui bahwa ia adalah pelaku pembunuhan anaknya. Yup, seorang ibu bersedia melakukan apa saja untuk kebaikan anaknya, bahkan rela di penjara untuk melindungi anak-nya dari stigma pembunuh adiknya. Meskipun peristiwa ini dapat dimaklumi, namun Mr. dan Mrs. Anderson tak ingin anaknya tumbuh dengan bayang-bayang label pembunuh adiknya.
Mungkin karena saya seorang ibu baru, jadi episode CSI kali ini begitu menyentuh. Tindakan Mrs. Anderson sangat mulia, rasanya seorang ibu memang diciptakan Tuhan untuk melindungi anaknya. Moment pengorbanan seperti yang dilakukan Mrs. Anderson terhadap anaknya menjadikan seorang ibu, ibu.
Setidaknya, serial CSI kali ini memberikan kemenangan untuk saya, bahwa Ibu akan melindungi anaknya apapun yang terjadi, bahwa Mrs Anderson bukan pembunuh anaknya, bahwa kasih ibu lebih mendominasi ketimbang ibu yang menyakiti.
Mrs. Anderson sudah mengantungi moment-nya. Suatu saat, masanya saya pun akan tiba. Suatu kehormatan jika bisa berkorban untuk orang tercinta, khususnya untuk anak. Semoga ketika kita membuka berita tidak ada lagi peristiwa –peristiwa keji yang dilakukan orangtua terhadap anaknya. Amiin.
Leave a Reply