Nostalgia The Hunger Games

Omg..omg..omg!!!  Mockingjay Part.2 udah tayang!!! Agak sedih, soalnya salah satu film favorit saya mau the end. Antara siap gak siap nontonnya, tapi kudu nonton.

Intro dulu yaaa..

Beberapa orang terlahir untuk menjadi dokter, pengajar, pekerja, dan profesi lainnya. Katniss Everdeen terlahir untuk memperjuangkan keadilan bagi kaun papa, juga membawa perubahan yang lebih baik pada suatu masyarakat. Jennifer Lawrence emang too perfect to be true sebagai pemeran Katniss Everdeen.

Sebelum nonton Mockingjay part.2, saya mau nostalgia dulu sama The Hunger Games. Megingat-ingat kembali kesan pertama waktu dulu bisa kepincut sama ini film. Kembali menelusuri terpilihnya Katniss menjadi Tributes, perjalanan menuju Capitol, hingga terlibat dalam permainan Capitol. Selalu inget sama quote ‘Just remember who the real enemy is’.

Sinopsis

The Hunger Games menceritakan sebuah kehidupan di masa depan (Post Apocalyptic). Tempat yang dulunya adalah Amerika Utara sudah tidak ada lagi, digantikan dengan Negara Panem yang terdiri dari 12 distrik dan dikuasai oleh pemerintahan secara diktator di wilayah Capitol.

Untuk melanggengkan dan menujukan kekuasaannya, pemerintahan di capitol menyelenggarakan acara bernama The Hunger Games. Setiap tahunnya dipilih, 2 tributes, terdiri dari 1 orang laki-laki dan 1 orang perempuan dari masing-masing distrik untuk dikompetisikan di ajang The Hunger Games. Dalam ajang yang dikemas dengan konsep reality show tersebut, tributes diharuskan untuk saling membunuh satu sama lain, hingga tersisa 1 orang yang hidup sekaligus menjadi pemenang.

Fokus dari film ini sendiri adalah tokoh remaja belia bernama Katniss Everdeen. Remaja yang memiliki hobi memanah ini memulai keterlibatannya dalam The Hunger Games sebagai sukarelawan untuk menggantikan adiknya, Prim, yang terpilih melalui undian (The Reaping). Selain Katniss, terpilih juga seorang remaja laki-laki bernama Peeta Mellark. Untuk mewakili distriknya, mereka dikirim ke Capitol untuk berkompetisi di ajang The Hunger Games ke-74.

Review

Setahun yang lalu, waktu mereview Mockingjay part.1, saya bercerita bahwa The Hunger Games memiliki histori bagi saya, cieileee. Yup, iya banget saking berkesannya saya sampai milih film ini sebagai topik skripsi saya. Jadi kalau sekarang saya harus mereview film ini tuh kayak ngeringkas 150an halaman lebih ke dalam 1 halaman. Modjaaaaar!!!! Ngeringkasi skripsi jadi jurnal yang gak boleh lebih dari 25 halaman aja binggung mau masukin yang mana, karena bagi saya ini penting semua… hihihi.

Tapi disini saya gak akan mereview THG, seserius saya mengerjakan skripsi. Santa aja ya broo 🙂 Tapi maap-maap aja kalo tiba-tiba kebawa serius ya, suka masih kebawa hawa-hawa skripsi-nya. Hahaha.

Bagi saya, THG trilogi adalah sebuah masterpiece. Sekilas mungkin yang terlihat hanya sisi kekerasannya saja, bagaimana selompok anak saling membunuh. Namun lebih dalam lagi, THG memiliki pesan kritik sosial yang lebih besar, seperti bagaimana sekarang ini kekerasan / bullying menjadi hal normal di konsumsi publik bahkan menjadi acara hiburan bagi sekelompok orang. Dalam THG, drama kehidupan seperti percintaan, kekerasan, penderitaan bahkan kematian dengan mudah dieksploitasi yang ujung-ujungnya tentu menghasilkan uang. Contohnya saja saat Katniss dan Peeta pura-pura saling mencintai agar mendapatkan sponsor, karena mengangkat isu percintaan adalah satu yang digemari oleh masyarakat.

“Collins telah menciptakan dan mengeksekusi salah satu yang paling indah mengenai sosial hiburan massa dalam beberapa tahun terakhir. Dia telah menghancurkan medan dan kekuasaan tak terlihat dan lepas dari arena. Pertanyaannya adalah siapa yang akan mengikutinya”. Sarah Hall –Writer and Creative Consultant.

Di Era Globalisasi sekarang ini, kadang menjadi diri sendiri adalah hal yang tidak mudah. Contohnya saja, beberapa orang memilih menjadi orang lain agar diakui suatu kelompok atau lebih buruknya ia tidak tau mana diri dia yang sebenarnya karena identitasnya udah ke distorsi. Menjadi diri sendiri dan tidak terpengaruh dengan kesenangan sesaat yang diberikan Capitol adalah sesuatu yang mahal. Seperti yang ditampilkan dalam salah satu scene ini :

Katniss: Listen to them

Peeta : yeah: I just don’t want they change me.

Katniss : How would they change you?

Peeta : I don’t know. Turning me into something I’m not. I just don’t wanna be another piece in their game, you know?

Katniss : You mean you won’t kill anyone?

Peeta : No, I mean, I’m sure I would. Just like anybody else when the time came, but.. yeah, I just keep thinking a way to show them that they don’t own me. You know, If  I’m  gonna die, I want still be me. Does that makes any sense?

KE : Yeah, I just can’t afford to think like that. I have my sister.

If I'm gonna, I wanna still be me
sumber : weheartit.com

Dialog ini adalah salah satu dialog favorit dalam serial The Hunger Games, dimana sekacau apapun keadaan diluar sana Peeta memilih untuk tetap menjadi dirinya “If I’m gonna die, I want still be me”. Ia tidak akan menjadi seperti Cato yang ‘terlalu jauh bermain’ hingga menganggap bahwa menjadi tributes The Hunger Games dan ancaman bagi tributes lainnya adalah sebuah kebanggan bukan pederitaan. Padahal, Capitol adalah musuh yang sebenarnya, bukan para tributes. ‘Just remember who the real enemy is’.

Trlogi The Hunger Games merupakan salah satu film yang komplit dengan pesan-pesan dan kritik social-nya, dicintai para remaja pula, disejajarkan dengan Harry Potter maupun Twilight, padahal menurut saya menang The Hunger Games kemana-mana.

Sebelum saya ngefans sama pemain-pemainnya, saya terlebih dulu nge-fans sama ide cerita The Hunger Games yang brilliant. Baru deh abis itu mulai tertarik sama karakternya Katniss dan Peeta. Si Peeta tu innocent gitu, hihihi. Kalau Katniss jelas tipikal pemeran utama berjiwa warrior dan ambisius.  Selain jadi Capitol darling, J-law juga American darling. Yang paling mencolok perbedaan capitol dan panem. Dandanan masyarakat capitol diawang-awang banget, inspirasi fashionnya dari mana coba. Tapi itu yang bikin top, keliatan banget kontrasnya.

The Hunger Games. Foto : popsugar.com
The Hunger Games. Foto : popsugar.com

Akhir kata untuk film ini saya berikan nilai 4,5/5 karna kesempurnaan adalah milih Allah. 😀

Sekian. Selamat menonton Mockingjay part.2 everyoneee….


Comments

2 responses to “Nostalgia The Hunger Games”

  1. Saya kemaren baca novelnya dulu baru nonton filmnya, dan karena belum baca yg mocking jay, jadi sementara nggak bakal nonton filmnya dulu, termasuk yang pertama kemaren nggak nonton.

    Kalau disuruh milih sih, tetap masih suka yang pertama kali, temponya cepat, serba menegangkan. Apalagi kalau di novelnya, Suzane Collins pandai bikin penasaran di akhir tiap bab, jadi nggak bisa berhenti bacanya. Tapi filmnya menurut saya cukup sukseslah buat menerjemahkan novelnya.

    1. Suzanne Collins memang berhasil banget deh sama trilogi THG-nya. Dulu, saya sempat ragu waktu mau nonton Mockingjay, takut gak seseru yang pertama dan kedua, soalnya kan udah gak ada kompetisi yang di arena THG-nya, tapi ternyata Mockingjay gak kalah seru mas 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *