Setelah sekian lama nggak baca buku karena 2 bulan kemarin lagi jadi mandor renovasi rumah (cerita tentang renovasi rumahnya nanti ya), akhirnya beberapa hari lalu saya ke gramedia beli buku. Dan, buku pilihan saya jatuh kepada bukunya Soleh Solihun yang berjudul Majelis Tidak Alim. Bukan Majelis Ta’lim.
Kenapa buku ini? Karena penasaran aja bukunya kang Soleh Solihun nih kayak gimana sih. Sebelumnya, beberapa kali nonton stand up nya kang Soleh dan belakangan ngikutin juga Youtube channel nya kang Soleh, saya merasa konten-nya menarik dan asik, khususnya The Soleh Solihun Interview di channel youtube-nya. Soleh Solihun adalah seorang komika yang materinya khas dengan tema-tema menggelitik, kadang materinya sedikit cabul, kadang berat penuh makna, kadang ringan diambil dari keseharian, tapi juga ada pesannya. Di setiap The Soleh Solihun Interview, dia punya point menarik yang bisa dibagikan ke penonton. Sebelumnya, kita bahas bukunya dulu yuk.
MAJELIS TIDAK ALIM
Berangkat dari materi stand up dan interview di channel youtube-nya, waktu membeli buku ini harapan saya bisa menemukan bacaan yg mengelitik, menarik, ringan tapi ada manfaatnya, dan ada komedianya. Namanya juga stand up comedian, berarti komedinya menghibur juga cerdas, apalagi sebelum menjadi komika, latar belakangnya adalah wartawan ( bisa digoogling sendiri ya detailnya sodara-sodara). Jadi, meskipun banyak konten 18++ tapi kadang materinya penuh analisis (namanya juga mantan wartawan) dan ada pesannya. Kok jadi terkesan serius nih ngomentarinnya, ๐ kita kan lagi ngomentarin konten komedi.
Di sampul belakang buku memang sudah dituliskan kalau sebagian besar buku ini diambil dari pertunjukan stand up comedy Soleh Solihun yang berjudul ‘Majelis Tidak Alim’. Lalu saya berfikir, berarti sebagian udah pernah saya tonton, jadi beli nggak yaaa?? lalu batin saya berkomentar lagi, meskipun sebagian sudah nonton stand up-nya di youtube tapi kan sensasi membaca buku tetap beda, barangkali ada hal-hal yang lebih detail yang belum disampaikan saat stand up dan menjadi lebih jelas ketika disampaikan melalui buku. Hmmmm… oke jadilah saya beli.
Setelah baca setengah jalan, saya merasa dejavu, yaiyaaalah pan sebagian udah pernah di stand up-in. Tapi bagus juga sih kang Soleh nge-bukuin materi stand up-nya soalnya kita yang baca jadi tau latar belakang kenapa materi ini bisa terbentuk, jadi tau detail kanan kirinya, tanpa mengurangi komedinya.
Menanggapi keadaan Indonesia, fokusnya Jakarta yang saat ini yang sedang hot dengan isu sara. Saya jadi tertarik dengan pandangan orang terhadap hal itu. Tapi ketika makin banyak orang yang berdebat lalu suka merasa benar sendiri, jauh dari perdamaian, kampanye hitam lewat mana-mana, saya jadi bossaaan. Namun, menariknya stand up comedy adalah ketika materi tentang etnis, agama, ras diangkat, kemudian kita bisa duduk dan tertawa bersama. Itu tandanyaaa, ditengah panasnya ibu kota masih ada benih-benih tolerasi.
Nah, selain koh Ernest, kang Soleh juga beberapa kali mengangkat tentang etnis, agama dan ras sebagai materi stand up. Saya ingat waktu kang Soleh dalam pertunjukan stand up-nya nyuruh Ahok masuk islam. Itu kocak banget. Mungkin kang Soleh juga lagi gerilya menyebarkan Islam lewat komedi, hehehe. Terlepas dari pesan terselubung ataupun tak terselubung, kita masih bisa duduk dan tertawa bersama. Indahnya kebersamaan ๐
Sebenarnya saya bukan yang segitunya ngikutin stand up sih, awam juga dengan materi-materi yang baik dan yang jelek, diksi dan teman-teman teletubies-nya (eh dipsi deng itu). Saya sebatas penonton yang menikmati dan terhibur, tapi kan kita sebagai penonton kudu cerdas juga saat memilih tontonan, bukan begitu sodara-sodara? Balik lagi ke buku.
Dari judulnya aja udah menggelitik, Majelis Ta’lim yang dipelesetin menjadi Majelis Tidak Alim, pasti didalemnya banyak juga nih yang mengelitik hehe.
Tapi memang bener sih kalau kita sendiri yang ngomongin etnis, agama dan ras kita sendiri bukan rasis judulnya, beda halnya kalau yang ngomongin orang lain, kecuali roasting. (Roasting adalah teknik yang digunakan komika untuk membully komika lain atas seijin komika yang akan dibully). Mengutip kata koh Ernest “Becanda soal etnis, soal golongan, harus ngebecandain diri sendiri, klo becandain etnis orang nanti jadinya rasis”. Ini malah ngutip kata-kata koh Ernest, lagi ngebahas buku siapa sih??? punten kang Soleh.
Bocoran sedikit dari bukunya ya..
Seperti waktu kang Soleh menulis tentang kumpulan orang bersarung memakai peci yang menyetir motor di jalan raya beramai-ramai ingin menghadiri tabligh akbar. Saking banyaknya, polantas pun tampaknya nggak berani menilang mereka. Pesannya adalah mereka datang ke tabligh akbar untuk mendengarkan ajaran baik, tapi satu ajaran baik untuk mematuhi peraturan lalu lintas yang diberikan dari awal saja banyak yang tidak patuh. Nahlo. Ironi.
Kalau soal konten 18+, saya jadi binggung mau kasih opini apa, hehe. Soleh Solihun tidak bisa dipisahkan dari materi-materi dewasa, itu udah menjadi identitasnya. Mungkin itu bentuk kegelisahannya, sesuatu yang sangat dekat dengan hidupnya (tepatnya dengan hidup kita semua, hehe), hanya saja kita tidak seberani kang Soleh ketika membahas hal tabu.
Saya jadi ingat, waktu masih kecil setiap ada yang ngomong hal tabu, responnya begini “iihh, ngomong jorok”. Hahaha.. Kalau sekarang sih udah biasa saja, udah mentoleransi, contohnya saja materi soal ‘gituan’, hayoo, apa coba ‘gituan’?? Memang sih itu sesuatu yang manusiawi, hanya saja liat-liat lawan bicara dan konteks-nya dulu, kan ada tuh orang yang nggak nyaman ketika diajak ngomong ‘gituan’.
THE SOLEH SOLIHUN INTERVIEW
Masih membicarakan ketertarikan saya dengan materi Kang Soleh. Nah, belakangan ini suka nonton The Soleh Solihun Interview di channel youtube-nya. Disini tampaknya kang Soleh sedang mengasah sisi ke-wartawanan-nya. Hmmm. Intinya, ia mewawancarai public figure tentang kehidupan mereka ataupun pendapat mereka tentang isu tertentu.
Meskipun kualitas video, baik gambar maupun suara jauh dari ideal, hanya mengandalkan kamera depan ponsel, tanpa efek sana sini, tapi ia punya point dan wawancara yang menarik :).
Berbeda dengan ketika waktu ia stand up, disini Soleh Solihun hanya mengajukan sejumlah pertanyaan dan opini kepada artis ybs. Bukan mau ngelawak. Berbeda pula dengan talkshow di tv, ini sangat santai, bahkan disela-sela syuting mungkin, tanpa ada quecard. Meskipun di video-in dan untuk di konsumsi publik, tapi kesannya lebih personal dan dekat. Mengalir saja, pertanyaan selanjutnya tergantung dari jawaban pertanyaan sebelumnya dari si artis itu. Ngerti kan maksud inyongg??
Menariknya : isi wawancaranya. Obrolannya. Setelah menonton The Soleh Solihun interview, selalu ada pesan yang bisa diambil, membuka pandangan, kadang nggak melulu pesan motivasi, kadang sekedar jadi lebih tau aja tentang pribadi si public figure tsb. Dan, karena saya merasakan manfaatnya, jadi saya merasa harus men-share ini ke blog saya.
Mungkin sebelumnya kang Soleh udah riset dulu nih tentang si public figure, jadi ia tau mau membawa pembicaraan ke arah mana, sehingga nggak cuma obrolan ngalor ngidul tanpa arti tapi juga bisa memberikan point menarik buat penontonnya. #sayamulaisoktau Gini-gini saya juga pernah kuliah dasar-dasar jurnalistik, kudu riset dulu tapi nggak boleh subjektif.
Favorit saya waktu interview dengan Tika Bravani, Maman Suherman, Tanta Ginting, Nirina Zubir, Ernest Prakasa dan Fedi Nuril. Emang baru segitu deng yang saya tonton, hehehe eh enggaak deeeng.
Saya kasih poinnya aja ya, nggak spoiler kok, emang film, tanggung soalnya, saya kan juga pingin berbagi, dikiiiit aja, selanjutnya tonton sendiri ๐
1. Tika Bravani
Mini series Istri dari Masa Depan membawa saya kesini, hehe. Seperti sedang ngobrol santai di kafe saja, kang Soleh menanyakan Tika tentang kehidupan barunya pasca jadi pengantin baru. Hihihi lalu berlanjut ke nilai-nilai hidup seorang Tika Bravani, dll.
2. Nirina Zubir
Mewawancara Nirina Zubir memang jauh dari serius, bawaannya ceria. Dimulai dari obrolan bagaimana Nirina bisa jadi orang yang terkesan tomboi. Lalu cerita saat rumahnya kebakaran, hingga tips-tips ketika rumah kebakaran.
3. Fedi Nuril
Meskipun udah tau kalau Fedi Nuril gitarisnya Garasi dengan aliran musik electronic rock-nya, tapi jujur citra aktor islami lebih lekat dengannya. Penasaran kan gimana pendapat Fedi Nuril?? Langsung aja liat ke channel youtube-nya Soleh Solihun gih.
Kurang Acha Seprtiasa sih, kan jadi lengkap semua pemain Shy-Shy Cat pernah di wawancarain. hehe request kang!
4. Maman Suherman
Nah, ini materinya ciamik banget. Membicarakan filosofis kepala gundul dan pengalaman Maman Suherman menjadi wartawan di zaman Rezim Orde Baru / Rezim Narasi Tunggal. Sungguh sharing yang bermanfaat, favorit saya waktu Maman Suherman mengatakan …
“Kan dulu yang saya lawan Rezim Narasi Tunggal, kalau sekarang kita kembali ke Rezim Narasi Tunggal yang dikit-dikit berbeda di hajar, dikit-dikit berbeda dikafirkan, dikit-dikit berbeda diamuk, ya apa gunanya ya dulu kita menjatuhkan rezim? itu yang harus dihindari. Karena yang paling penting di Indonesia sekarang ini adalah merawat dan merajut Kebhinekaan. Kebhinekaan itu keberagaman, tidak harus diseragamkan.”
Karena video The Soleh Solihun Interview ini saya jadi pingin baca bukunya Maman Suherman. Jadi pingin baca lebih banyak pengalaman dan gagasan-gagasan menariknya.
5. Tanta Ginting
Saya nggak pernah sebegitu tau tentang seorang Tanta Ginting sampai saya menemukan The Soleh Solihun Interview. Sebelumnya, saya hanya sebatas tau ia seorang aktor pendatang baru yang memerankan tokoh mas Fajar di serial tv The East di Net TV.
Ternyata, Tanta Ginting punya cerita yang luar biasa tentang perjuangannya menemukan passion. Ketika cita-cita saya pingin ngerasain kehidupan di US, ia justru rela meninggalkan hidup enaknya di US dan mengejar impiannya dari nol di Tanah Air. Wiiihh, kereen ah mamas2 satu ini. Selebihnya tonton sendiri ya.
Meskipun kisahnya sudah tertulis di personal life-nya di wikipedia (langsung kepoin si mas Tanta) tapi sebagai orang yang pernah belajar Media, lagi-lagi saya harus mengakui bahwa media Tv / video (sesuatu yang ada gambar bergerak) memiliki kelebihannya sendiri untuk menyampaikan pesan secara menarik, mudah dipahami juga cepat, dibandingan dengan media lain seperti media cetak.
Bukan berarti saya mengatakan video lebih unggul dalam menyampaikan pesan daripada media yang lain loh, kan setiap media punya keunggulan masing-masing toh. Apalagi ada yang bilang menulis itu bekerja untuk keabadian. Melalui apapun tetap ada plus minusnya.
6. Ernest Prakasa
Ngobrol santai Soleh Solihun bersama Ernest tentang seberapa terkenalkan seorang Ernest??
Hikmahnya, saya jadi lebih tau tentang Ernest Prakasa, pemikiran-pemikirannya tentang profesinya, filmnya dan macam-macam.
Menarik!!! Bahkan sebelum ketemu youtube-nya Kang Soleh, saya sudah lebih dulu suka dengan channel youtube-nya ko Ernest. Sky pinter banget!!
Menurut saya ko Ernest adalah komika ya cakap. Pertama, materi stand up-nya menarik. Kedua, ia pintar mengeluarkan gagasan-gagasan menariknya melalui stand up, karena nggak semua orang yang memiliki gagasan menarik bisa mengeluarkannya dengan baik, dan menurut saya melalui komedi membuat gagasan yang kita miliki menjadi cepat sampai ke khalayak. Ketiga, ko Ernest ini seorang yang nggak gampang puas, liat aja… nggak cukup mengeluarkan gagasan-gagasannya di stand up, ia menyalurkannya melalui film. Kalau kata Janji Joni “Film adalah anugerah seni terbesar yang pernah dimiliki manusia”, jadi karena orang-orang suka nonton film, pesan/ gagasan sang penulis lebih mudah tersalurkan ke penonton luas. Yayaya…
Akhir kata. Itu saja opini saya tentang buku Majelis Tidak Alim dan Soleh Solihun Interview.
Semoga bermanfaat. Semoga keberagaman di Indonesia tetap terjaga.
Hatur Nuhun…
Leave a Reply